Rabu, 04 Maret 2009
PUPUK HAYATI (BIOFERTILIZER) DGN MENGGUNAKAN TEKNIK NUKLIR
Jakarta (24/02/2009). Forum kerja sama nuklir Asia, Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA) dibentuk sebagai sarana komunikasi dan kerja sama dalam pemanfaatan teknik nuklir untuk maksud damai. Dimulai sejak tahun 2001, dengan menekankan pemanfaatan teknik nuklir telah dilakukan proyek pengembangan pupuk hayati (biofertilizer) dalam mengatasi masalah ketahanan pangan dan perlindungan lingkungan. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas pertanian melalui penggunaan pupuk hayati yang berbasis mikroba unggul telah dibahas dalam proyek ini.Hasil yang telah dicapai antara lain sejumlah koleksi isolat unggul dan keberhasilan pupuk hayati (biofertilizer) dalam meningkatkan produksi berbagai komoditas di negara anggota FNCA. Teknik nuklir dengan perunutan isotop memiliki peranan besar untuk menentukan efektivitas pupuk hayati selain kontribusi hara yang berasal daro tanah maupun pupuk buatan.Bertujuan untuk saling tukar menukar informasi di dalam pengembangan [i]biofertilizer[/b] yang imenggunakan teknik nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bekerja sama dengan Forum FNCA menyelenggarakan Workshop dengan fokus bahasan pada tema Multifunctional Biofertilizer for Sustainable Agriculture dengan memanfaatkan keunggulan teknik nuklir. Workshop yang diikuti oleh 9 negara anggota FNCA, dibuka oleh Kepala BATAN Dr. Hudi Hastowo, Senin (23/02), dan direncanakan berlangsung dari tanggal 23 - 26 Februari 2009.Menurut Hudi Hastowo, sekarang ini sudah terlihat gejala-gejala kerusakan struktur tanah akibat penggunaan pupuk kimiawi yang berlangsung lama dan sangat berlebihan. Untuk itu, negara-negara anggota FNCA sepakat untuk mengurangi penggunaan pupuk kimiawi. “Pada prinsipnya kita ini arahnya back to nature”, kata Hudi Hastowo,Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), keberhasilan peningkatan produksi pangan sangat bergantung pada pemberian pupuk, dan dilaporkan bahwa telah terjadi kenaikan penggunaan pupuk buatan dari 5 juta ton pada tahun 1967, pada 30 tahun ke depan akan meningkat sembilan kali lipat menjadi 45 juta ton. Sementara itu, penggunaan pupuk buatan terkendala harga yang makin mahal akibat kelangkaan bahan baku pembuatan nitrogen. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia secara terus menerus berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga pengembangan pupuk hayati lebih berpeluang.Selain itu, teknik nuklir lain berupa teknik iradasi dengan sinar gamma dari sumber Co-60 merupakan teknik sterilisasi bahan pembawa pupuk hayati yang telah teruji lebih efektif dibandingkan dengan teknik sterilisasi panas (autoclave). Keunggulan teknik tersebut saat ini telah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan.Di dalam penyelenggaraan workshop tersebut dihadirkan para pembicara: Dr. Hudi Hastowo, Kepala BATAN dan Dr. S. Machi, Koordinator FNCA, serta para pakar pupuk hayati dengan iradiasi nuklir lainnya, seperti Dr. Supriyanto, Dr. Pam van Toan, dan Dr. Masataka Aino. (arial)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar