Jumat, 12 Desember 2008

MASYARAKAT MASIH KURANG PEDULI PADA DEMENSIA ALZHEIMER

Kamis. Kepedulian masyarakat terhadap penyakit Demensia Alzheimer sampai saat ini masih rendah. Gejala dini penyakit ini sering terabaikan dan dianggap sebagai gejala pada lanjut usia yang wajar atau salah diagnosis. Pasien juga seringkali kurang menaruh perhatian pada gejala yang timbul serta menyangkal kondisinya sendiri.
Kegagalan mendiagnosis dini dapat mengakibatkan penanganan yang tidak tepat dan memberikan beban tambahan berupa beban ekonomi, sosial dan emosi pada penderita dan keluarga.
"Selain dukungan keluarga, peran pemerintah juga sangat penting untuk mendukung program lanjut usia yang mandiri, seperti bentuk pelayanan dana pensiun dan penyediaan sarana bagi lansia lainnya," kata dr Suryo Dharmono, Divisi Psikiatri Geriatri Departemen Psikiatri FKUI/RSCM yang menjadi pembicara pada workshop bertema "No Time To Lose", di Jakarta Rabu (06/08).
Gejala dini demensia Alzheimer antara lain gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan; kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan dan berbahasa; gangguan pengenalan waktu dan tempat; kesulitan mengambil keputusan yang tepat; kesulitan berpikir abstrak; salah meletakkan barang; perubahan mood dan tingkah laku; perubahan kepribadian serta kehilangan inisiatif.
Dalam menyongsong Hari Alzheimer Se-Dunia atau World Alzheimer’s Day yang diperingati setiap tahun pada tanggal 21 September, masyarakat dunia dihimbau untuk meningkatkan kepedulian terhadap demensia Alzheimer agar kualitas hidup pasien dan keluarga dapat ditingkatkan. Tema Hari Alzheimer Se-Dunia tahun ini adalah ‘No Time To Lose’, yang artinya adalah tidak ada waktu yang terbuang percuma bagi lansia.
Peringatan World Alzheimer’s Day di Indonesia didukung oleh Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI) dan PT Eisai Indonesia. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah media edukasi. Event ini diharapkan menjadi salah satu upaya untuk membangun kepedulian akan kesehatan lansia di Indonesia, terutama untuk kesehatan otak mereka, mengingat jumlah lansia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, demikian dikatakan dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum AAzI yag juga menjadi pembicara.
Demensia Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia akibat degenerasi otak yang tersering ditemukan dan paling ditakuti. Demensia yang disebabkan oleh Alzheimer, biasanya diderita oleh pasien usia lanjut dan merupakan penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya pikir dan kemampuan aktivitas bagi penderitanya, namun juga menimbulkan beban bagi keluarga yang merawatnya.
Demensia Alzheimer dikategorikan sebagai penyakit degeneratif otak yang progresif yang mematikan sel-sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir dan perubahan perilaku. Mengingat beban yang ditimbulkan penyakit ini, masyarakat perlu mewaspadai gangguan perilaku dan psikologik penderita demensia Alzheimer.
Gangguan perilaku yang sering ditemukan pada pasien antara lain berupa perilaku agresif (menjadi galak, kasar, tidak jarang menyerang secara fisik); wandering (pasien suka keluyuran tanpa tujuan, hilang dari rumah, tersesat); gelisah mondar mandir; senang menimbun barang; sering berteriak-teriak tengah malam, penderita tidak mau ditinggal sendirian. Penderita juga menjadi implusif, tidak bisa mengontrol perilakunya, kekanak-kanakan; cenderung untuk mengulang-ulang pertanyaan serta kehilangan sopan santun, ujar dr. Suryo Dharmono, SpKJ (K).
Gangguan psikologik juga sering ditemukan pada pasien demensia Alzheimer yang berupa depresi misalnya penderita menarik diri, menolak makan, menangis, merasa terbuang, putus asa dan keinginan bunuh diri. Pasien demensia Alzheimer dengan depresi memperlihatkan ganguan fungsional yang lebih berat dibandingkan tanpa depresi. Di samping itu, juga ditemui ansietas / agitasi; penderita selalu ketakutan akan ditinggal oleh keluarganya serta halusinasi/delusi, seringkali berupa halusinasi penglihatan, seperti melihat anak-anak kecil memasuki kamarnya, seseorang duduk di ranjangnya, dsb, tambah dr.Suryo.
Dalam pengobatan demensia Alzheimer, diagnosa dini yang diikuti pengobatan dini secara berkelanjutan dan menetap akan memberikan manfaat yang bermakna bagi pasien dan keluarga, ujar dr.Samino lebih lanjut. Anamnesis yang teliti harus meliputi riwayat medik umum, riwayat neurologis, riwayat neurobehavior, riwayat pemakaian obat-obatan, riwayat psikiatris dan riwayat keluarga.
Panduan dari American Academy of Neurology (AAN) untuk penanganan demensia merupakan obat asetilkolinesterase inhibitor, vitamin, antioksidan dan Donepezil. Donepezil merupakan obat dengan efek samping yang paling minimal dibandingkan yang lainnya.
Demensia juga memerlukan terapi non farmakologis, yaitu rehabilitasi medik, psikoterapi, terapi bicara dan terapi occupational. Selain itu untuk menunda kemunduran kognitif penderita demensia harus menjalankan pola perilaku sehat dan ‘stimulasi otak’ sedini mungkin.
Salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam penanganan demensia Alzheimer adalah keperawatan. Masalah keperawatan pada pasien demensia Alzheimer meliputi perubahan proses berpikir (waham curiga); perilaku kekerasan; risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan; gangguan komunikasi; defisit perawatan diri; kehilangan motivasi dan minat; isolasi sosial (menarik diri); perubahan sensori perseptual, halusinasi, cemas, depresi.
Merawat penderita demensia Alzheimer tidak mudah, tapi bisa dilakukan. Pemahaman yang cukup tentang penyakit ini, kesiapan mental dan motivasi untuk berbagi merupakan modal utama dalam memberikan asuhan. Kasih sayang dan perhatian merupakan pintu masuk untuk memberikan asuhan yang utuh dan menyeluruh sehingga penderita merasa aman dan nyaman, ujar Ibnu Abas, Wakil Kepala Pelayanan Medis, Sasana Tresna Wredha Karya Bhakti.
Tindakan keperawatan pada pasien dengan demensia Alzheimer sebaiknya dilakukan dengan membina hubungan saling percaya, menciptakan lingkungan yang terapeutik (tenang, tidak bising, sejuk, aman, warna dinding kamar teduh), reorientasi wto (waktu, tempat, orang), memberi perhatian cukup termasuk kebutuhan dasar, konsisten, menepati janji, empati dan jujur, melakukan kontak dengan pasien singkat tapi sering.
Demensia Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia atau kepikunan yang digolongkan ke dalam Cortical Degeneratif Dementia. Demensia seringkali disebutkan sebagai The Disease of the Century (Penyakit abad ini). Data Asia Pasifik tahun 2006 menyebutkan pada tahun 2025, jumlah orang yang menderita demensia di wilayah Asia Pasifik diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat. Peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara barat. Jumlah tersebut terus meningkat (kasus satu demensia baru per tujuh detik per hari).
Diperkirakan pada tahun 2040 jumlah penderita demensia di dunia menjadi sekitar 80 juta. Orang dengan demensia banyak yang hidup di negara-negara yang sedang berkembang: sekitar 60% pada tahun 2001 dan diperkirakan meningkat hingga 71% pada tahun 2004. Peningkatan rata-rata di negara berkembang diperkirakan akan menjadi empat kali lebih tinggi dibandingkan negara maju.

Tidak ada komentar: